Selasa, 29 Januari 2013

Kisah Masa Kecil Nova Widianto, Juara Dunia Bulu Tangkis Asal Wedi Klaten

Di kancah bulutangkis Indonesia, bahkan dunia. Siapa yang tidak mengenal sosok Nova Widianto?? Atlet bulutangkis yang telah dua kali merebut gelar juara dunia ganda campuran dan medali perak Olimpiade Beijing 2008 ini ternyata terlahir dalam sebuah keluarga sederhana di Paroki Wedi, Klaten.
Jangan Sia- siakan Bakat Anak
Sebuah lemari kaca berisi piala dan medali yang ditata dengan sangat rapi, nampak memenuhi sudut ruangan kediaman bapak Stephanus Santosa. Salah satu dinding rumah bercat hijau yang terletak di Ngemplak, Sukorejo, Wedi, Klaten, itu tampak pula sebuah foto seorang anak kecil yang sedang memamerkan dua piala berlambang bulutangkis. “Itu adalah foto masa kecil anak saya, Nova Widianto, ketika menjuarai lomba bulutangkis antar SD se-Kabupaten Klaten,” ujar pak Santosa, biasa beliau disapa sembari tersenyum mengenang foto itu. Foto anak kecil yang bernama lengkap Andreas Nova Widianto, kelahiran Klaten 10 Oktober 1977 silam. Merupakan putra kedua dari pasangan Stephanus Santosa (62) dan Yustina Sutarni (60).
Berawal dari menemani sang ayahanda, Pak Santosa, yang hobi dan sering mengikuti turnamen bulutangkis antar kampung. Ketertarikan dan bakat Nova Widianto kecil akan olahraga teplok bulu ini pun mulai terlihat. Saat usia Nova Widianto 9 tahun, ia memasukkan anaknya ke salah satu sekolah bulutangkis yang ada di kota Klaten. “Sejak kecil bakat anak saya sudah terlihat. Dan sebagai orangtua, saya tidak akan menyianyiakan bakatnya tersebut,” papar beliau.
Setia Menemani
Kala Nova Widianto kecil bertanding mengikuti turnamen di luar kota, banyak suka duka yang dialami pak Santosa dan putranya itu. Dari mulai sepatu dan sebuah raket yang tak pernah ganti, hingga nebeng bermalam di tempat saudara. “Saya sering mengantarkan Nova kecil naik vespa atau pun naik bus umum, serta menitipkannya ke rumah saudara karena kondisi ekonomi yang waktu itu masih pas- pasan,” kenang Pak Santosa setiap kali mengantarkan Nova kecil bertanding keluar kota.
Karena kondisi ekonomi keluarga masih sangat pas- pasan dan biaya ikut turnamen harus mengeluarkan dari kocek pribadi, pak Santosa pun memutuskan untuk berhenti merokok hingga saat ini. “Waktu itu saya masih bekerja di proyek. Sedangkan gaji istri yang seorang guru, terkadang masih kurang untuk menutupi biaya perjalanan Nova kecil bertanding dan ikut sekolah bulutangkis,” kenangnya lagi.

Buah pengorbanan Nova kecil yang giat berlatih serta kesetiaan pak Santosa mendampingi, akhirnya berbuah manis. Saat Nova Widianto menginjak usia 12 tahun, salah satu pencari bakat bulutangkis menawarinya untuk bergabung di PB. Bimantara Jakarta. Dan kesempatan itu pun tidak disia-siakannya. Dengan biaya sekolah, asrama dan biaya hidup lainnya yang ditanggung PB. Bimantara, merupakan fasilitas yang didapatkan Nova kecil, untuk berkiprah di ibukota. “Jangan lupa giat berlatih dan manut instuksi pelatih saat latihan. Serta selalu berdoa,” pesan pak Santosa, saat mengantar Nova kecil memulai impiannya.
Akhirnya setelah sembilan tahun mendapatkan gemblengan di pusat pendidikan dan pelatihan PB. Bimantara, yang sekarang berubah nama menjadi PB. Tangkas Alfamart. Pada tahun 2000, Nova Widianto pun dipanggil masuk pelatnas.
Setiap kali bertanding di ajang turnamen dunia, pak Santosa selalu mengikuti perkembangan karir Nova Widianto melalui media massa ataupun televisi. Berbagai raihan gelar dan kisah sukses yang diraih putranya itu, dikumpulkannya menjadi kliping. Bahkan dirumahnya yang berada di pinggir jalan raya Wedi- Bayat, selalu dikunjungi para tamu dari berbagai kota yang hendak bertanya tentang sosok Nova Widianto.
Bapak menonton TV, Ibu mengunci diri dalam kamar
Ketika Nova Widianto bertanding di final Olimpiade Beijing 2008. Bapak separuh baya yang sekarang mengelola toko peralatan olahraga bulutangkis disamping rumahnya ini, menceritakan kalau beliau tidak dapat menonton secara langsung lewat televisi. “Kebetulan waktu itu saya menghadiri pertemuan di Gereja Katolik Wedi. Saat itu saya benar- benar gelisah. Akhirnya, saya pun pamit pulang. Sesampai di rumah, Nova Widianto bersama Lilyana Natsir, yang menjadi pasangannya kala itu pun kalah dan Cuma mendapat medali perak” ujar pak Santosa agak sidikit menyesal karena tidak bisa menonton aksi anaknya lewat televisi.
Ada beban dan juga kekhawatiran di hati pak Santosa, setiap kali menyaksikan Nova Widianto bertanding lewat layar kaca. Di lain pihak sang istri, tidak pernah berani menonton secara langsung. Ia selalu mengunci diri untuk berdoa di kamar kala Nova Widianto bertanding.
Kini pak Santosa telah mendapatkan hasil dari bakat yang muncul dari sosok anaknya. Kebanggaan akan prestasi Nova Widianto tidak hanya mengharumkan nama keluarga. Namun juga Klaten dan bangsa Indonesia.

Prestasi yang Telah diraih Nova Widianto
Juara pertama ganda campuran SEA Games 2001
Juara pertama Asian Badminton Championships 2003
Juara pertama Japan Open 2004
Juara pertama Singapore Open 2004
Juara pertama Indonesia Open 2005
Medali emas IBF World Championships di Anaheim 2005
Juara pertama Singapore Open 2006
Juara pertama Asian Badminton Championships 2006
Juara pertama Badminton World Cup 2006
Juara pertama Chinese Taipei Open 2006
Juara pertama Korea Open 2006
Juara pertama Philippines Open 2007
Juara pertama BWF World Championships di Kuala Lumpur 2007
Juara pertama China Open Super Series 2007
Juara pertama Hongkong Super Series 2007
Runner up Indonesia Super Series 2007
Medali Perak Beijing Olympics 2008
Juara pertama Singapore Open 2008
Runner up Japan Super Series 2008
Runner up All England Championships 2008
Runner up China Masters Super Series 2008
Runner up Final Super Series 2008
Medali Perak BWF World Championships di Hyderabad 2009
Runner up Hongkong Super Series 2009
Juara pertama Malaysia Super Series 2009
Juara pertama French Super Series 2009
Medali emas ganda campuran SEA Games 2009
Medali emas beregu putra SEA Games 2009
Runner up All England Super Series 2010

Sumber :  http://www.klaten.info/berita/kisah-masa-kecil-nova-widianto-juara-dunia-bulu-tangkis-asal-wedi-klaten.html


1 komentar: