Rabu, 07 Mei 2014

50% Sumber Air Merapi Mati Akibat Tambang Pasir















Senin, 5 Mei 2014 23:30 WIB
Solopos.com, KLATEN — Sekitar 50% sumber air yang ada di lereng Gunung Merapi kini tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh warga. Matinya sumber alami itu diduga karena lereng Merapi kehilangan kemampuan menyerap air akibat aktivitas penambangan galian C.

Pakar Biologi Konservasi Universitas Sebelas Maret (UNS), Sugiyarto Yatno Shodiqdya, mengatakan kondisi tersebut mulai dirasakan pascaterjadinya gempa bumi yang melanda Klaten dan sekitarnya pada 2006. Kondisi itu diperparah dengan gencarnya aktivitas penambangan galian C di lereng Merapi.
“Sejak saat itu, sepanjang garis kaki Merapi, sekitar 50 persen mata air sudah mati,” paparnya kepada wartawan usai mengisi Seminar Lingkungan Hidup di SMKN 2 Klaten, Senin (5/5/2014). Selain itu, tidak sedikit sumur warga yang menjadi kering.

Pada 2010, menurutnya, sejumlah sumber mata air di lereng Merapi mulai pulih. Namun, gencarnya aktivitas penambangan pasir hingga ke areal perkampungan membuat semakin banyak sumber air menjadi mati kembali. Bahkan, penambangan dengan alat berat juga memperparah kerusakan alam di lereng Merapi.
“Dampak dari penambangan itu membuat lereng Merapi kehilangan kemampuan menyerap air. Akibatnya, air hujan yang turun langsung run off karena tidak bisa diserap oleh tanah,” papar warga Kecamatan Karangnongko ini.

Sebelum dibanjiri dengan aktivitas penambangan, menurutnya, lereng Merapi merupakan wilayah tangakapan air yang sangat besar. Pasalnya, lereng Merapi merupakan daerah yang dipenuhi dengan kombinasi pertanian dan kehutanan. “Lereng merapi luar biasa bagus sehingga menjadi daerah tangkapan air. Namun, kini sudah semakin kehilangan kemampuan tangkapan air,” imbuhnya.

Jika aktivitas penambangan galian C tidak dihentikan, menurutnya, tidak menutup kemungkinan sumber air di bawah menjadi hilang. Lebih lanjut, reklamasi yang dilakukan penambang juga belum bisa menyelesaikan permasalahan.

Pasalnya, penambang sering kali meninggalkan wilayah penambangan dan melupakan reklamasi. Selain itu, penambang juga hanya mengandalkan tanaman pohon jenis sengon sebagai bentuk reklamasi.

“Seharusnya, reklamasi dilakukan dengan penanaman pohon yang beragam. Sebab, sengon masa tumbuhnya sangat cepat dan memiliki akar yang dangkal. Perlu juga untuk menanam pohon yang berakar dalam,” tegasnya. Menurutnya, sengon kurang mampu dalam menyimpan air yang lebih lama.

Sumber : http://www.solopos.com/2014/05/05/50-sumber-air-merapi-mati-akibat-tambang-pasir-506193

Tidak ada komentar:

Posting Komentar