Senin, 5 Mei 2014 23:30 WIB
Solopos.com, KLATEN — Sekitar
50% sumber air yang ada di lereng Gunung Merapi kini tidak bisa dimanfaatkan
lagi oleh warga. Matinya sumber alami itu diduga karena lereng Merapi
kehilangan kemampuan menyerap air akibat aktivitas penambangan galian C.
Pakar Biologi Konservasi Universitas Sebelas
Maret (UNS), Sugiyarto Yatno Shodiqdya, mengatakan kondisi tersebut mulai dirasakan
pascaterjadinya gempa bumi yang melanda Klaten dan sekitarnya pada 2006.
Kondisi itu diperparah dengan gencarnya aktivitas penambangan galian C di
lereng Merapi.
“Sejak saat itu, sepanjang garis kaki Merapi, sekitar 50 persen mata air sudah
mati,” paparnya kepada wartawan usai mengisi Seminar Lingkungan Hidup di SMKN 2
Klaten, Senin (5/5/2014). Selain itu, tidak sedikit sumur warga yang menjadi
kering.
Pada 2010, menurutnya, sejumlah sumber mata air
di lereng Merapi mulai pulih. Namun, gencarnya aktivitas penambangan pasir
hingga ke areal perkampungan membuat semakin banyak sumber air menjadi mati
kembali. Bahkan, penambangan dengan alat berat juga memperparah kerusakan alam
di lereng Merapi.
“Dampak dari penambangan itu membuat lereng
Merapi kehilangan kemampuan menyerap air. Akibatnya, air hujan yang turun
langsung run off karena tidak bisa diserap oleh tanah,” papar warga
Kecamatan Karangnongko ini.
Sebelum dibanjiri dengan aktivitas penambangan, menurutnya, lereng Merapi
merupakan wilayah tangakapan air yang sangat besar. Pasalnya, lereng Merapi
merupakan daerah yang dipenuhi dengan kombinasi pertanian dan kehutanan.
“Lereng merapi luar biasa bagus sehingga menjadi daerah tangkapan air. Namun,
kini sudah semakin kehilangan kemampuan tangkapan air,” imbuhnya.
Jika aktivitas penambangan galian C tidak
dihentikan, menurutnya, tidak menutup kemungkinan sumber air di bawah menjadi
hilang. Lebih lanjut, reklamasi yang dilakukan penambang juga belum bisa
menyelesaikan permasalahan.
Pasalnya, penambang sering kali meninggalkan
wilayah penambangan dan melupakan reklamasi. Selain itu, penambang juga hanya
mengandalkan tanaman pohon jenis sengon sebagai bentuk reklamasi.
“Seharusnya, reklamasi dilakukan dengan penanaman
pohon yang beragam. Sebab, sengon masa tumbuhnya sangat cepat dan memiliki akar
yang dangkal. Perlu juga untuk menanam pohon yang berakar dalam,” tegasnya.
Menurutnya, sengon kurang mampu dalam menyimpan air yang lebih lama.
Sumber : http://www.solopos.com/2014/05/05/50-sumber-air-merapi-mati-akibat-tambang-pasir-506193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar